Name Dropping
Dalam sebuah kebaktian hari Minggu, ada beberapa tamu dari Jakarta berkunjung ke salah satu gereja di luar negeri. Seperti biasa, anggota jemaat pun berkenalan dengan mereka, atau lebih tepatnya: dikenalkan dengan mereka.
Kebetulan, ada salah seorang anggota jemaat di gereja itu yang memiliki hubungan famili dengan salah satu tokoh Nasional (walau sudah mantan) di Indonesia. Nah, seperti lazimnya kebiasaan orang Indonesia, ketika anggota jemaat ini diperkenalkan, tidak lupa (dengan berbisik-bisik, tentunya) sang pembawa tamu berkata: "Mas ini adalah keponakan dari...".
Hanya dalam hitungan detik, status si Mas tersebut naik beberapa level. Yang semula "hanya" dipandang sebagai mahasiswa biasa, sekarang menjadi mahasiswa plus keponakan dari Bapak Anu.
***
Saya mencari istilah dalam bahasa Indonesia yang mewakili praktek pendongkrakan status ini, tapi nggak ketemu. Dalam bahasa Inggris, praktek ini punya sebutan tersendiri, yaitu name dropping.
Sebuah kamus mendefinisikan name dropping sebagai: the practice of casually mentioning important people in order to impress your listener. Menyebut nama orang penting dalam rangka membuat orang lain terkesan kepada kita.
Celakanya, praktek ini selalu berkonotasi negatif. Apalagi di Indonesia, yang ikatan kekeluargaan masih sangat kental. Nama orang penting adalah aset yang sakti, kadang lebih sakti daripada kekayaan, dan jelas sudah terbukti lebih sakti daripada gelar akademik.
Oh ... saya tidak sedang mengatakan bahwa bapak yang memperkenalkan si Mas tadi berniat buruk, lho. Sama sekali tidak. Saya tahu pasti hati beliau sama sekali bersih dari motivasi atau niat buruk. Saya mengerti bahwa tidakan beliau dalam rangka menunjukkan penghargaan beliau kepada si Mas.
Tetapi, pada kenyataan hidup sehari-hari, praktek name dropping sering dipakai untuk menipu atau memeras orang. Sudah tak terhitung berapa banyak orang yang mengaku sebagai keluarga pejabat (entah keluarga betulan atau jadi-jadian), menggunakan hubungan kekerabatan itu untuk mencari keuntungan pribadi.
Name-dropper profesional menggunakan praktek ini untuk menguras uang atau memenangkan proyek, sedang yang amatiran "cuma" untuk menaikkan status agar orang tahu bahwa dia bukanlah orang sembarangan.
***
Ada salah satu penulis buku di Alkitab, yang sebenarnya bisa melakukan praktek name dropping untuk menaikkan statusnya. Namanya: Yakobus atau James dalam bahasa Inggris. Dia sama sekali bukan orang sembarangan, sebab dia adalah saudara laki-laki Tuhan Yesus (anak dari pasangan Yusuf dan Maria).
Bayangkan, menjadi saudara laki-laki dari Raja segala raja dan Tuan segala tuan! Kalau saja Yakobus ini butuh untuk menaikkan statusnya, dia cukup bilang: "Kenal Tuhan Yesus nggak? Saya saudara kandung-Nya, lho..."
Tidak hanya itu, Yakobus adalah seorang tokoh yang sangat berpengaruh di kalangan Gereja mula-mula; sampai-sampai Rasul Paulus menyebutkan ada sekelompok jemaat yang merupakan "kalangan Yakobus" (Galatia 2:9). Ini menunjukkan bahwa Yakobus memiliki massa yang cukup banyak.
Tetapi, ketika menulis suratnya, Yakobus memperkenalkan diri dengan cara: "Salam dari Yakobus, hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus, kepada keduabelas suku di perantauan." (Yakobus 1:1). Begitu bersahaja, begitu low profile, begitu rendah hati. Yakobus tahu, bahwa bukan hubungan darah yang menentukan dekat-tidaknya seseorang dengan Tuhan Yesus.
Mungkin, dia selalu teringat sebuah peristiwa di masa lalu; ketika ia masih belum percaya bahwa Tuhan Yesus adalah Mesias. Saat itu, keluarga-Nya hendak membawa-Nya pulang, karena mengira Tuhan Yesus sudah tidak waras (Markus 3:21). Ketika mereka menemukan Tuhan Yesus, mereka menunggu di luar dan menyuruh orang untuk memanggil-Nya (Markus 3:31).
Respon Tuhan Yesus: "Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku? ... Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku." (Markus 3:33,35).
Bukan hubungan kekeluargaan yang penting, tetapi komitmen dan ketaatan pribadi kepada Tuhan lah yang menentukan.
***
Saya jadi ingat sebuah cerita yang lain: tentang seorang jenderal di Indonesia. Pada waktu ia masih militer aktif, semua anggota keluarga besar yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya selalu membawa kartu nama sang jenderal di dalam dompet mereka. Setiap kali mereka melanggar aturan lalu lintas, mereka selalu lolos dari hukuman atau denda. Caranya gampang: cukup tunjukkan kartu nama itu, maka tak satupun polisi di Indonesia ini yang berani untuk menilang mereka.
Kalau kita memiliki komitmen dan ketaatan yang jelas kepada TuhanYesus, kita disebut-Nya sebagai saudara-Nya laki-laki, saudara-Nya perempuan, atau ibu-Nya. Maka, di dompet kita akan selalu ada selembar kartu nama. Bukan kartu nama jenderal, bukan kartu nama menteri, bukan kartu nama konglomerat, tetapi kartu nama Raja atas segala raja dan Tuan atas segala tuan.
Dan kalau kartu namaTuhan Yesus yang kita keluarkan, adakah pintu yang akan tertutup selamanya? Adakah laut yang tak terseberangi? Adakah kuasa yang sanggup menghalangi? Adakah yang mustahil bagi NamaNya? Yohanes 16:24 mencatat: "Sampai sekarang kamu belum meminta sesuatupun dalam nama-Ku. Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu."
Nah, kalau suatu kali kita perlu melakukan name dropping, jangan sebut nama yang lain, tetapi hanya satu nama saja: Nama Tuhan Yesus.
Kebetulan, ada salah seorang anggota jemaat di gereja itu yang memiliki hubungan famili dengan salah satu tokoh Nasional (walau sudah mantan) di Indonesia. Nah, seperti lazimnya kebiasaan orang Indonesia, ketika anggota jemaat ini diperkenalkan, tidak lupa (dengan berbisik-bisik, tentunya) sang pembawa tamu berkata: "Mas ini adalah keponakan dari...".
Hanya dalam hitungan detik, status si Mas tersebut naik beberapa level. Yang semula "hanya" dipandang sebagai mahasiswa biasa, sekarang menjadi mahasiswa plus keponakan dari Bapak Anu.
***
Saya mencari istilah dalam bahasa Indonesia yang mewakili praktek pendongkrakan status ini, tapi nggak ketemu. Dalam bahasa Inggris, praktek ini punya sebutan tersendiri, yaitu name dropping.
Sebuah kamus mendefinisikan name dropping sebagai: the practice of casually mentioning important people in order to impress your listener. Menyebut nama orang penting dalam rangka membuat orang lain terkesan kepada kita.
Celakanya, praktek ini selalu berkonotasi negatif. Apalagi di Indonesia, yang ikatan kekeluargaan masih sangat kental. Nama orang penting adalah aset yang sakti, kadang lebih sakti daripada kekayaan, dan jelas sudah terbukti lebih sakti daripada gelar akademik.
Oh ... saya tidak sedang mengatakan bahwa bapak yang memperkenalkan si Mas tadi berniat buruk, lho. Sama sekali tidak. Saya tahu pasti hati beliau sama sekali bersih dari motivasi atau niat buruk. Saya mengerti bahwa tidakan beliau dalam rangka menunjukkan penghargaan beliau kepada si Mas.
Tetapi, pada kenyataan hidup sehari-hari, praktek name dropping sering dipakai untuk menipu atau memeras orang. Sudah tak terhitung berapa banyak orang yang mengaku sebagai keluarga pejabat (entah keluarga betulan atau jadi-jadian), menggunakan hubungan kekerabatan itu untuk mencari keuntungan pribadi.
Name-dropper profesional menggunakan praktek ini untuk menguras uang atau memenangkan proyek, sedang yang amatiran "cuma" untuk menaikkan status agar orang tahu bahwa dia bukanlah orang sembarangan.
***
Ada salah satu penulis buku di Alkitab, yang sebenarnya bisa melakukan praktek name dropping untuk menaikkan statusnya. Namanya: Yakobus atau James dalam bahasa Inggris. Dia sama sekali bukan orang sembarangan, sebab dia adalah saudara laki-laki Tuhan Yesus (anak dari pasangan Yusuf dan Maria).
Bayangkan, menjadi saudara laki-laki dari Raja segala raja dan Tuan segala tuan! Kalau saja Yakobus ini butuh untuk menaikkan statusnya, dia cukup bilang: "Kenal Tuhan Yesus nggak? Saya saudara kandung-Nya, lho..."
Tidak hanya itu, Yakobus adalah seorang tokoh yang sangat berpengaruh di kalangan Gereja mula-mula; sampai-sampai Rasul Paulus menyebutkan ada sekelompok jemaat yang merupakan "kalangan Yakobus" (Galatia 2:9). Ini menunjukkan bahwa Yakobus memiliki massa yang cukup banyak.
Tetapi, ketika menulis suratnya, Yakobus memperkenalkan diri dengan cara: "Salam dari Yakobus, hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus, kepada keduabelas suku di perantauan." (Yakobus 1:1). Begitu bersahaja, begitu low profile, begitu rendah hati. Yakobus tahu, bahwa bukan hubungan darah yang menentukan dekat-tidaknya seseorang dengan Tuhan Yesus.
Mungkin, dia selalu teringat sebuah peristiwa di masa lalu; ketika ia masih belum percaya bahwa Tuhan Yesus adalah Mesias. Saat itu, keluarga-Nya hendak membawa-Nya pulang, karena mengira Tuhan Yesus sudah tidak waras (Markus 3:21). Ketika mereka menemukan Tuhan Yesus, mereka menunggu di luar dan menyuruh orang untuk memanggil-Nya (Markus 3:31).
Respon Tuhan Yesus: "Siapa ibu-Ku dan siapa saudara-saudara-Ku? ... Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku." (Markus 3:33,35).
Bukan hubungan kekeluargaan yang penting, tetapi komitmen dan ketaatan pribadi kepada Tuhan lah yang menentukan.
***
Saya jadi ingat sebuah cerita yang lain: tentang seorang jenderal di Indonesia. Pada waktu ia masih militer aktif, semua anggota keluarga besar yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya selalu membawa kartu nama sang jenderal di dalam dompet mereka. Setiap kali mereka melanggar aturan lalu lintas, mereka selalu lolos dari hukuman atau denda. Caranya gampang: cukup tunjukkan kartu nama itu, maka tak satupun polisi di Indonesia ini yang berani untuk menilang mereka.
Kalau kita memiliki komitmen dan ketaatan yang jelas kepada TuhanYesus, kita disebut-Nya sebagai saudara-Nya laki-laki, saudara-Nya perempuan, atau ibu-Nya. Maka, di dompet kita akan selalu ada selembar kartu nama. Bukan kartu nama jenderal, bukan kartu nama menteri, bukan kartu nama konglomerat, tetapi kartu nama Raja atas segala raja dan Tuan atas segala tuan.
Dan kalau kartu namaTuhan Yesus yang kita keluarkan, adakah pintu yang akan tertutup selamanya? Adakah laut yang tak terseberangi? Adakah kuasa yang sanggup menghalangi? Adakah yang mustahil bagi NamaNya? Yohanes 16:24 mencatat: "Sampai sekarang kamu belum meminta sesuatupun dalam nama-Ku. Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu."
Nah, kalau suatu kali kita perlu melakukan name dropping, jangan sebut nama yang lain, tetapi hanya satu nama saja: Nama Tuhan Yesus.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home