Thursday, March 30, 2006

Makan Malam Terindah

Beberapa waktu yang lalu, saya mendapat undangan untuk makan malam di rumah salah satu keluarga. Tidak ada yang berulang tahun, tidak ada yang wisuda, tidak ada peristiwa khusus yang dirayakan. Semata-mata datang untuk makan bersama. Keluarga yang satu ini memang punya kebiasaan mengundang makan, terutama para bulok (bujangan lokal) yang sangat terbatas keragaman menu makannya (kalau bukan telor ceplok atau indomie rebus ya fish & chip dan burger, he...he...he...).

Read more »

Kesempatan Emas

Sampai sekarang, saya masih suka menonton film animasi. Salah satu film yang saya sukai adalah produksi Disney berjudul Hercules. Film ini berkisah tentang seorang anak muda yang ingin menjadi seorang hero (pahlawan), supaya bisa naik ke gunung Olympus, tempat tinggal para dewa Yunani.

Dalam satu adegan, setelah selesai menjalani training di pulau terpencil, Hercules pergi ke kota Thebes. Thebes adalah kota yang penuh dengan bencana dan persoalan. Hercules merasa ini adalah kesempatan emas baginya untuk menunjukkan kepahlawanannya. Namun, ketika ia memperkenalkan diri, penduduk kota Thebes justru mentertawakannya dan menolaknya. Hercules, dengan putus asa berkata: "Bagaimana aku bisa membuktikan bahwa aku seorang hero, kalau tidak pernah diberi kesempatan?"

Read more »

Monday, March 13, 2006

Membangun Rumah Tuhan

Sekalipun sudah lebih dari 7 tahun berkeluarga, kami belum juga punya rumah sendiri. Kami memang sering bergurau: “Lebih enak kontrak saja. Bisa gonta-ganti model. Dan kalau bosan dengan tetangga, kita bisa pindah”. Namun sesungguhnya, memiliki rumah yang dibangun sesuai dengan kebutuhan dan keinginan adalah salah satu impian kami. Saya sendiri terus merasa “berhutang” kepada keluarga saya selama impian itu belum terwujud.

Read more »

Rumah Duka

Hari Jumat lalu, saya pergi ke rumah duka. Ibu dari salah seorang teman meninggal, maka saya bersama beberapa kawan melayat ke sana. Ini adalah pengalaman pertama melayat di Australia. Beda sekali dengan suasana upacara pemakaman di Indonesia.

Salah satu perbedaan yang menyolok adalah dalam hal pidato sambutan yang dilakukan. Di Indonesia, yang mengucapkan pidato sambutan adalah pak RT, pak Lurah, atasan di kantor, dan sebagainya. Isi pidatonya pun klise, itu-itu saja, dan sama tidak mempunya sentuhan pribadi. Maklum, yang berpidato mungkin tidak pernah mengenal orang yang meninggal.

Read more »