Tuesday, April 04, 2006

Sekaleng Kelereng

Siapa yang belum tahu kelereng atau gundu? Hampir semua orang (terutama pria) pasti kenal dengan bola kaca dengan motif warna-warni ini. Entah berapa macam jenis permainan yang terinspirasi oleh benda kecil ini. Saya bukan seorang pemain kelereng yang terampil, tetapi ada beberapa teman saya di SD yang luar biasa hebat kalau sudah memegang kelereng.



Ada satu orang yang punya satu kaleng biskuit Regal penuh dengan kelereng. Tiap kali kami main ke rumahnya, dia akan selalu memamerkan "harta kekayaannya". Dan kami pun dengan takjub memelototi koleksi kelereng itu. Ketika kami sudah berkerumun, teman saya ini akan menggoyang-goyangkan kaleng biskuit itu, sehingga kelereng-kelereng di dalamnya berlompatan, saling bersinggungan, menimbulkan suara sentuhan kaca yang begitu melodis bagi telinga kami--anak-anak SD yang masih suka ingusan.


***

Hari ini, saya teringat kepada sekaleng kelereng itu. Bayangan ini yang muncul di dalam pikiran saya: puluhan kelereng, masing-masing punya motif warna yang berbeda, mereka berada di tempat yang sama, saling bersinggungan, saling bersentuhan, namun tidak pernah akan bisa melebur menjadi satu.

Pikiran itu membawa saya kepada satu bagian surat Rasul Paulus kepada salah satu jemaat yang dilayaninya (Filipi 2:1-4).

Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.
Mestinya, Paulus tidak sembarangan atau berbasa-basi di dalam menulis surat penggembalaannya. Kalau ia menulis surat, maka surat itu pasti punya tujuan. Dan karena surat Filipi ini berisi dorongan atau perintah untuk membangun kesatuan, bisa disimpulkan bahwa saat itu jemaat Filipi memang sedang memiliki persoalan di bidang itu. Mengapa ada persoalan ketidaksatuan di dalam jemaat Filipi?
Kisah Para Rasul 16:12-40 mencatat pelayanan Paulus ketika memulai jemaat di kota Filipi. Dicatat di sana, jemaat Filipi diawali dengan pertobatan Lidia (Kis. 16:14-15), seorang Yahudi yang berdagang kain ungu dan keluarganya; kemudian ditambah dengan seorang mantan budak perempuan yang punya roh peramal (Kis 16:16-18), dan disusul dengan kepala penjara Romawi dan keluarganya (Kis. 16:27-34).
Dari catatan itu, dapat dilihat bahwa jemaat Filipi berisi orang-orang yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Ada perbedaan bangsa, status sosial, serta pekerjaan. Perbedaan-perbedaan ini memang bisa, dan ternyata memang telah, menjadi salah satu penyebab konflik di dalam jemaat. Namun, bagi Paulus, bukan perbedaan-perbedaan itu yang menjadi penyebab utama. Paulus melihat, kunci persoalannya ada pada sikap hati masing-masing anggota jemaat.
Dalam Filipi 2:1-2, Paulus mengatakan apa yang diinginkannya supaya terjadi di dalam jemaat, yaitu: kesatuan hati, pikiran, kasih, jiwa, dan tujuan. Kemudian di ayat 3-4, Paulus menyebutkan bagaimana cara mencapai kesatuan tersebut, yaitu: tidak mencari kepentingan sendiri, tidak mencari pujian yang sia-sia, bersikap rendah hati, memandang orang lain lebih utama, dan tidak bersikap egois, melainkan mau memperhatikan kepentingan orang lain.
Dalam mengatasi ketidaksatuan jemaat, Paulus tidak menyarankan supaya jemaat membuat program atau kegiatan yang baru. Ia juga tidak merekomendasikan agar dilakukan perombakan (reshuffle) susunan pengurus jemaat. Paulus menasihatkan jemaat untuk melakukan perombakan sikap hati. Dari sikap hati yang ambisius, arogan, dan egois menjadi hati yang penuh dengan kerendahan hati, memandang orang lain lebih utama, dan memikirkan kepentingan orang lain.
***
Orang-orang dengan berbagai latar belakang dan pengalaman hidup yang berbeda, dikumpulkan dalam satu tempat, menggabungkan diri ke dalam sebuah organisasi, dan kemudian melakukan kegiatan bersama, tidak menjamin akan menciptakan kesatuan; sebab kesatuan yang sesungguhnya hanya bisa dimulai dari sikap hati yang benar: yang tidak berambisi mengejar kepentingan sendiri, namun yang rendah hati saling melayani.
Apabila sikap hati seperti itu tidak ada, maka yang tinggal hanyalah sekumpulan orang yang ketemu di satu tempat, berinteraksi, saling bicara, melakukan aktivitas sama-sama, namun tidak pernah bisa mencapai kesatuan hati-jiwa-pikiran-tujuan. Seperti puluhan kelereng yang saling bersinggungan dan bersentuhan di dalam kaleng biskuit.

1 Comments:

Blogger -rino said...

memang perubahan hati lebih penting. tapi pada kenyataannya orang lebih percaya pada restrukturisasi, pergantian pengurus, dsb :-(

4/04/2006 2:55 PM  

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home